Perbanyak Konsumsi Protein untuk Penyembuhan Luka Pasca Operasi

Protein memiliki banyak sekali manfaatnya.

Bagi pasien yang baru menjalani operasi, konsumsi protein untuk penyembuhan luka pasca operasi perlu dipertimbangkan.

Hal itu dijelaskan oleh Ketua Pusat Resistensi Antimikroba Indonesia (PRAINDO) dr.

Harry Parathon, SPOG (K).

“Protein untuk penyembuhan luka operasi itu perlu kondisi badan yang bagus.

Orangnya nggak boleh kurang darah.

Tidak boleh kekurangan protein.

Jadi protein itu kayak lem-nya luka.

Nah, protein ini bisa didapat dari mana? Ya dari telur, dari ikan dan dari ayam.

Jadi tidak apa-apa mengonsumsi itu pasca operasi,” ujar Harry saat diskusi daring “Inovasi Sorbact Mencegah Resistansi Anti Mikroba (AMR) dalam Perawatan Luka”, Selasa 29 November 2022.

Kendati demikian, banyak masyarakat Indonesia yang meyakini bahwa mengonsumsi ikan, telur hingga ayam pasca operasi justru dapat menyebabkan rasa gatal pada luka operasi.

Padahal, hal ini hanyalah mitos yang berkembang di Indonesia.

Harry bercerita, di Timor Leste, bagi pasien yang baru menjalani operasi, dia dianjurkan untuk mengkonsumsi telur dan tim ayam selama 40 hari ke depan.

Semua itu demi mendapatkan asupan protein yang optimal pasca operasi.

“Makan ikan, makan ayam, makan daging itu justru bagus.

Memang itu mitos yang berkembang di Indonesia.

Dulu saya bekerja di Timor Timur atau sekarang Timor Leste, di sana itu beda.

Kalau ada pasien operasi di sana justru 40 hari harus makan tim ayam,” katanya.

Harry menyayangkan banyaknya informasi dan larangan soal tidak boleh makan ayam, atau ikan, atau telur yang tersebar di masyarakat, terutama masyarakat perkotaan.

Padahal dengan mengurangi makanan itu, bisa berakibat pada lamanya penyembuhan luka.

“Kita berbeda.

Di sini malah nggak boleh makan ikan, nggak boleh makan ayam, nggak boleh makan telur, nggak boleh minum banyak.

Justru itu bisa mengakibatkan lukanya nggak sembuh.

Malah sembuhnya nggak sempurna, nggak bagus.

Dia akan cekung ke bawah,” katanya.

Jika luka pasca operasi mengalami rasa gatal.

Hal tersebut bukanlah disebabkan oleh mengonsumsi ikan atau pun telur.

Mengalami gatal saat luka akan sembuh merupakan hal yang wajar.

Harry menjelaskan, hal itu merupakan reaksi dari jaringan di bawah kulit.

“Kalau luka itu gatal, semua luka yang akan sembuh itu memang gatal.

Itu karena terjadi reaksi dari jaringan di bawah kulit.

Sehingga menimbulkan rasa gatal.

Itu tidak apa-apa.

Bukan karena makanan tertentu.

Makan ikan pun tetap gatal,” katanya.

Sebelumnya, dalam memperingati Annual World AMR Awareness Week 2022, Essity Indonesia turut mendukung upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait AMR (Resistensi Anti Mikroba) dengan menghadirkan inovasi teknologi Sorbact.

”Kita tidak bisa menunggu.

Masalah AMR perlu menjadi perhatian utama dan penting selain pandemi Covid-19.

Hasil survei Global Hygiene & Health Essity tahun 2022 terhadap lebih dari 15.000 orang di 15 negara di seluruh dunia menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terkait bahaya AMR masih rendah,” ungkap Direktur Komersial Essity Indonesia Gustavo Vega dalam kesempatan yang sama.

Essity mencoba ikut mendukung dan berkolaborasi demi mencegah dan menurunkan AMR.

“Essity berkomitmen untuk mendobrak hambatan terkait perawatan kesehatan melalui keahlian kami di bidang perawatan luka (wound care) dengan menghadirkan inovasi teknologi Sorbact yang inovatif dan efektif mencegah AMR pada perawatan luka sebagai salah satu ancaman kesehatan masyarakat di dunia saat ini, termasuk di Indonesia,” tambahnya.

Badan Kesehatan Dunia alias WHO menyatakan bahwa AMR adalah salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara berkembang dan dapat menjadi penyebab 10 juta kematian per tahunnya di seluruh dunia pada tahun 2050.

Bahkan dalam keterangan resminya, Kementerian kesehatan sudah menyatakan bahwa AMR adalah pandemi senyap (silent pandemic) karena angka kematiannya cukup tinggi.

Pada 2030, diperkirakan penggunaan antibiotik di seluruh dunia akan meningkat sebesar 30 persen, bahkan semakin meningkat sebesar 200 persen jika AMR tidak benar-benar ditangani dengan baik.

Sementara itu data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) sebagai data acuan nasional terkait AMR di Indonesia menunjukkan peningkatan presentase AMR di Indonesia pada tahun 2019.

Oleh sebab itu, Marketing Director Essity Joice Simanjuntak menjelaskan bahwa dengan teknologi Sorbact ini dapat digunakan untuk perawatan luka yang dapat mencegah AMR.

”Sorbact mengikat mikroba dengan mekanisme kerja murni secara fisik sehingga mikroba menjadi tidak aktif, dan mengangkatnya tanpa membunuh.

Penelitian membuktikan bahwa mekanisme ini tidak mengakibatkan AMR,” jelas Joice.

“Teknologi Sorbact dipergunakan dalam balutan luka kami yaitu Cutimed dan Leukoplast.

Berbeda dengan balutan antimikroba lainnya yang secara aktif membunuh mikroba, balutan luka ini terbuat dari Dialkylcarbamoyl chloride (DACC) yang bersifat hidrofobik, mengikat beberapa jenis mikroba secara permanen, dan mengurangi jumlah organisme di permukaan luka sehingga proses penyembuhan luka lebih cepat,” lanjutnya.

Sorbact dikatakan mampu menurunkan angka Infeksi Daerah Operasi (IDO) sampai dengan 65 persen dibandingkan standard dressing, dan bahkan mampu mengikat 5 bakteri patogen utama WHO.

Sorbact juga tidak memiliki kontraindikasi dan risiko alergi yang rendah sehingga dapat digunakan pada bayi baru lahir, wanita hamil dan menyusui.

Terbukti dalam lebih dari 40 studi klinis dan dalam publikasi yang mencakup lebih dari 7.000 pasien, Sorbact berhasil digunakan selama lebih dari 30 tahun dalam praktik klinis.

Produk perawatan luka seperti Dialkylcarbamoyl chloride coated wound dressings (Cutimed Sorbact dan Leukoplast Leukomed Sorbact) dapat dipergunakan oleh pasien untuk perawatan luka pascaoperasi dan juga luka kronis, seperti luka kaki diabetes, luka tekan akibat tirah baring.

Tinggalkan Balasan